Selasa, 18 November 2014

STRATEGI COPING ORANG TUA MENGHADAPI ANAK AUTIS

 Desi Sulistyo Wardani
Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta

Abstract
Autism is grey area in medics, that means the cause, mechanism, and therapy still in doubt.The parent who has autism child need solution as the way to adapt with the problems. The concep to solve the problems named coping. The aim of this research is to find out coping strategy orientation used by parent, how it works and what impact for the parent. The subjects are two parents who have autism child who school in SD Plus Harmony. The collecting data method is interview and the analysis data is inductive-descriptive. The results show that the coping orientation is on Problem Focused Coping, while coping behaviors are Instrumental Action which include in Problem Focused Coping, and then Self Controlling, Denial, and Seeking Meaning that included in Emotion Focused Coping. The positive impacts for the parent are Exercised Caution and Seeking Meaning, while the negative impacts can be solved by Intropersitive, Negotiation, and Accepting Responsibility. 
Keywords: coping strategy, autism  

Autis merupakan gangguan pervasif yang mencakup gangguan-gangguan dalam komunikasi verbal dan non-verbal, interaksi sosial, perilaku danemosi (Sugiarto, dkk, 2004). Gejala autisme biasanya sudah tampak sebelum anak berusia 3 tahun, yaitu antara lain dengan tidak adanya kontak mata dan tidak menunjukkan respons terhadap lingkungan. Jika tidak segera dilakukan terapi, setelah usia 3 tahun perkembangan anak terhenti bahkan cenderung mundur, seperti tidak mengenal orang tuanya dan tidak mengenal namanya (Saharso, 2004). 

Berdasarkan kajian terhadap berbagai literatur ilmiah, dapat diketahui bahwa faktor penyebab gangguan autis adalah genetik (keturunan), virus seperti rubella, toxo, herpes, jamur, nutrisi yang buruk, pendarahan, dan keracunan makanan pada masa kehamilan yang dapat menghambat pertumbuhan sel otak yang menyebabkan fungsi otak bayi yang dikandung terganggu terutama fungsi pemahaman, komunikasi, dan interaksi. Selain itu kekurangan oksigenasi, polusi udara air dan makanan, faktor kehamilan dan faktor kelahiran juga bisa menyebabkan autis. 

di Indonesia sendiri yang berpenduduk 200 juta, hingga saat ini belum diketahui berapa persisnya jumlah penderita, namun diperkirakan jumlah anak autisme di Indonesia mencapai 150-200 ribu orang. Menurut riset yang dilansir harian Kompas, di Indonesia diperkirakan terdapat 475.000 anak dengan gejala gangguan spektrum autisme yang perlu ditangani dengan lebih serius. Tidak ada data konkret mengenai jumlah anak autis di Indonesia sehingga perkembangan autisme di masyarakat seperti fenomena gunung es saja (www.wikimu.com). 

Permasalahan-permasalahan yang dihadapi tersebut memerlukan pemecahan sebagai upaya untuk menyesuaikan diri atau beradaptasi terhadap masalah dan tekanan yang menimpa mereka. Konsep untuk memecahkan permasalahan ini disebut dengan coping. Menurut Taylor (dalam Hapsari dkk, 2002) terdapat empat tujuan coping, yaitu mempertahankan keseimbangan emosi, mempertahankan selfimage yang positif, mengurangi tekanan lingkungan atau menyesuaikan diri terhadap kajian negatif, dan tetap melanjutkan hubungan yang memuaskan dengan orang lain. 

Penelitian ini metode penelitiannya menggunakan metode penelitian kualitatif fenomenologis untuk mengembangkan pemahaman. Pemilihan informan dalam penelitian dipilih secara purposive yaitu penentuan subjek sesuai dengan kriteria yang telah ditentukan. Informan dalam penelitian ini adalah orang tua yang memiliki anak autis sebanyak 5 pasang orang tua. Dalam pengumpulan data menggunakan metode pokok yang berupa wawancara. 

Hasil atau dampak dari semua usaha yang telah dilakukan oleh informan tersebut informan merasa mampu menerima keadaan subjek dengan baik. Dampak positif dari perilaku coping yang dilakukan oleh orang tua yaitu Exercised Caution dan Seeking Meaning, sedangkan dampak negatif yang muncul diatasi orang tua dengan Intropersitive, Negotiation, dan Accepting Responbility.

Minggu, 02 November 2014

sakit hati?

Gimana sih cara supaya ga sakit hati? apa sih obat sakit hati? ..untuk tau obatnya, 

kamu harus tau dulu AKAR penyakitnya. Akar sakit hati adalah MAIN HATI. 

Simple kan? 

Begitu kamu main hati, kamu sakit hati. Berani berbuat, berani bertanggung jawab. Berani main hati, berani sakit hati. Itu saja. 

 Jadi JANGAN MEMBODOHI DIRI dengan berfikir SUMBER sakit hatimu adalah karena KELAKUKAN nya, karena yang membuatmu sakit hati adalah DIRI MU SENDIRI yang main hati. 

Lalu apa berarti kamu ga boleh main hati? apa ga boleh mencintai? 

TENTU SAJA BOLEH.. 

namun jika INGIN MU tak dia penuhi, jangan MAKSA dia untuk memenuhi.. karena PEMAKSAAN yang tak terpenuhi, JELAS akan membuatmu SAKIT HATI. 

Jadi dengan kata lain, cintailah dia TANPA EKSPEKTASI. Lebih banyaklah memberi, dari pada menuntut minta dikasihani, dan kamu tidak akan sakit hati. 

Namun belum selesai.. 

bagaimana jika DIA memang memberi janji, namun tak ada satupun yang ditepati.. bukankah itu menyakitkan hati? 

Ya tentu saja! Jika kasusnya bukanlah EKSPEKTASI melainkan JANJI nya yang tak ditepati, jangan BODOH untuk mempercayai nya kedua kali. MOVE ON saja walau kamu sedikit kecewa. 

Awalnya pasti sulit, namun setidaknya itu lebih baik daripada sakit hati karena main hati yang dikecewakan oleh janji yang tak ditepati. 

Tak perlu salahkan siapa-siapa jika sakit hati, karena toh kamu yang main hati. 


#RF

TOUGH LOVE (cinta keras)

Ada 2 cara untuk mencintai: 

TENDER LOVE (cinta lembut) dan TOUGH LOVE (cinta keras). 

Semua pasti tau TENDER LOVE. Namun tidak semua NYAMAN dengan TOUGH LOVE. 

Ingatkah anda saat Ayah atau Ibu anda KERAS kepada anda? 

Mungkin saat itu anda bingung mengapa mereka KERAS kepada anda. 

Padahal, bukankah seharusnya mereka “cinta” kepada anda? 

Cinta tidak selamanya LEMBUT. Saya mempelajari hal ini dari Ayah saya, dimana ia punya prinsip “Jika anak susah diatur, rotan yang bicara”. 

Hal tersebut tentu membuat saya tersiksa dan merasa tidak dicintai. 

Namun semakin saya dewasa, semakin saya MENGERTI mengapa ayah saya memiliki prinsip itu. 

Banyak teman saya yang dulunya NYAMAN DIMANJA (tender love), kini menjadi orang yang “hancur tanpa arah”. 

Namun beberapa yang dulunya dididik dengan TOUGH LOVE, kini sukses menjadi dokter, pengusaha bahkan selebriti yang selalu saja sibuk dengan berbagai macam prestasi. 

TENDER LOVE membuat kita nyaman, namun TOUGH LOVE membuat kita KELUAR dari kenyamanan AGAR kita dapat MAJU MENEMBUS BATAS. TOUGH LOVE pun merupakan TERAPI agar kita terbiasa dengan MENTAL KUAT untuk MENANG hadapi tantangan. 

Prinsip keras ayah saya mungkin TAMPAK SALAH bagi saya pada saat itu, namun itu adalah TERAPI TERBAIK yang memang tersedia khusus untuk saya. Jarang ada orang yang SESABAR ITU mau memberikan saya TERAPI dengan MENEGUR, MENGINGATKAN atau bahkan MEMECUT saya DEMI KEBAIKAN saya ATAS DASAR CINTA. 

Banyak orang PRIHATIN, namun JARANG ada yang PEDULI untuk benar-benar MENDORONG kita untuk maju. 

Oleh karena itu, jika ada orang yang SEPERTINYA agak keras, melawan arus dan “menyentil” anda, JANGAN LANGSUNG MARAH. Pikirkan baik-baik MOTIF dibaliknya: Apakah dia hanya sekedar cuap-cuap PAMER OTOT, atau ia memang sungguh-sungguh PEDULI kepada anda dengan memberikan anda TOUGH LOVE? Jika motifnya adalah TOUGH LOVE, maka BERTERIMAKASIHLAH kepada nya karena orang seperti itu JARANG ADANYA. 

Bahkan lebih lanjut, berhati-hatilah dengan orang yang selalu TAMPAK MANIS dan TIDAK PERNAH MENGKRITIK anda, karena biasanya SEMUA yang ia LAKUKAN tidaklah SEMANIS perkataan nya.


#RF