Desi Sulistyo Wardani
Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta
Abstract
Autism is grey area in medics, that means the cause, mechanism, and therapy still in doubt.The parent who has autism child need solution as the way to adapt with the problems. The concep to solve the problems named coping. The aim of this research is to find out coping strategy orientation used by parent, how it works and what impact for the parent. The subjects are two parents who have autism child who school in SD Plus Harmony. The collecting data method is interview and the analysis data is inductive-descriptive. The results show that the coping orientation is on Problem Focused Coping, while coping behaviors are Instrumental Action which include in Problem Focused Coping, and then Self Controlling, Denial, and Seeking Meaning that included in Emotion Focused Coping. The positive impacts for the parent are Exercised Caution and Seeking Meaning, while the negative impacts can be solved by Intropersitive, Negotiation, and Accepting Responsibility.
Keywords: coping strategy, autism
Autis merupakan gangguan pervasif yang mencakup gangguan-gangguan dalam komunikasi verbal dan non-verbal, interaksi sosial, perilaku danemosi (Sugiarto, dkk, 2004). Gejala autisme biasanya sudah tampak sebelum anak berusia 3 tahun, yaitu antara lain dengan tidak adanya kontak mata dan tidak menunjukkan respons terhadap lingkungan. Jika tidak segera dilakukan terapi, setelah usia 3 tahun perkembangan anak terhenti bahkan cenderung mundur, seperti tidak mengenal orang tuanya dan tidak mengenal namanya (Saharso, 2004).
Berdasarkan kajian terhadap berbagai literatur ilmiah, dapat diketahui bahwa faktor penyebab gangguan autis adalah genetik (keturunan), virus seperti rubella, toxo, herpes, jamur, nutrisi yang buruk, pendarahan, dan keracunan makanan pada masa kehamilan yang dapat menghambat pertumbuhan sel otak yang menyebabkan fungsi otak bayi yang dikandung terganggu terutama fungsi pemahaman, komunikasi, dan interaksi. Selain itu kekurangan oksigenasi, polusi udara air dan makanan, faktor kehamilan dan faktor kelahiran juga bisa menyebabkan autis.
di Indonesia sendiri yang berpenduduk 200 juta, hingga saat ini belum diketahui berapa persisnya jumlah penderita, namun diperkirakan jumlah anak autisme di Indonesia mencapai 150-200 ribu orang. Menurut riset yang dilansir harian Kompas, di Indonesia diperkirakan terdapat 475.000 anak dengan gejala gangguan spektrum autisme yang perlu ditangani dengan lebih serius. Tidak ada data konkret mengenai jumlah anak autis di Indonesia sehingga perkembangan autisme di masyarakat seperti fenomena gunung es saja (www.wikimu.com).
Permasalahan-permasalahan yang dihadapi tersebut memerlukan pemecahan sebagai upaya untuk menyesuaikan diri atau beradaptasi terhadap masalah dan tekanan yang menimpa mereka. Konsep untuk memecahkan permasalahan ini disebut dengan coping. Menurut Taylor (dalam Hapsari dkk, 2002) terdapat empat tujuan coping, yaitu mempertahankan keseimbangan emosi, mempertahankan selfimage yang positif, mengurangi tekanan lingkungan atau menyesuaikan diri terhadap kajian negatif, dan tetap melanjutkan hubungan yang memuaskan dengan orang lain.
Penelitian ini metode penelitiannya menggunakan metode penelitian kualitatif fenomenologis untuk mengembangkan pemahaman. Pemilihan informan dalam penelitian dipilih secara purposive yaitu penentuan subjek sesuai dengan kriteria yang telah ditentukan. Informan dalam penelitian ini adalah orang tua yang memiliki anak autis sebanyak 5 pasang orang tua. Dalam pengumpulan data menggunakan metode pokok yang berupa wawancara.
Hasil atau dampak dari semua usaha yang telah dilakukan oleh informan tersebut informan merasa mampu menerima keadaan subjek dengan baik. Dampak positif dari perilaku coping yang dilakukan oleh orang tua yaitu Exercised Caution dan Seeking Meaning, sedangkan dampak negatif yang muncul diatasi orang tua dengan Intropersitive, Negotiation, dan Accepting Responbility.